Selasa, 07 Juli 2009

Budaya Batak

Kesenian Batak:

* Gorga
* Uning-uningan

Moccak - Bela diri Pendekar Batak

Mereka menyebutnya sebagai "Moccak".

Dalam sebuah opera Rakyat yang selalu dipertunjukkan dalam mengenang perjuangan Singamangaraja, saat itu saya menontontonnya di Gedung Bioskop Pakkat, diperlihatkan beberapa gerakan Moccak yang memukau itu.

Konon katanya, pasukan kecil Singamangaraja yang bertugas untuk 'pukul dan cegat' (Raid and Hit) kayak pasukan Khusus aja yah, bisa menghilang dari 'radar' Belanda hanya dengan sebuah gerakan dan bacaan; Lailaha Illallah..... (Pemain opera itu memainkannya dengan sebuah semburan api mulut yang sudah dimasukkan minyak ke mulut pemainnya), ini mah kayaknya jurus Melarikan diri ala Ninja Jepang.

Ops.. semua itu tinggal sejarah sekarang. Opera-opera tersebut, dengan bacaan-bacaan yang 'aneh' itupun sudah tidak ada lagi. Saya berusaha mencarinya di web, nah ini dia, sebuah guntingan berita koran bisa menggambarkan sedikit mengenai apa itu Moccak; jurus Rahasia Batak melawan Buladda, Si Bottar Mata i.

Delapan tahun silam, Gubernur Sumatra Utara Raja Inal menetapkan silat Natal jadi duta Sumut ke Festival Silat Nusantara di Selangor, Malaysia. Itulah awal kebangkitan silat Natal dari tidur panjangnya selama ratusan tahun. Silat Natal diperkenalkan dan diajarkan sekitar tahun 1703 M oleh Tuan Syekh A. Fatah, Syekh Abdul Rauf, dan Syekh Malik, lalu diteruskan pula oleh Syekh Ali.

Seperti aliran-aliran silat lainnya, silat Natal juga tidak terlepas dari pengaruh luar. Diduga, silat Natal dipengaruhi oleh silat Minangkabau dan kungfu Cina. Para sesepuh silat Natal pada mulanya mengajarkan ilmu bela diri ini hanya sebatas lingkungan keluarga, kerabat-kerabat dekat dan pemuka-pemuka masyarakat. Dalam perjalanannya kemudian, silat Natal terus berkembang sampai Batahan, Kota Nopan, Sipirok, Padang Sidempuan, Air Bangis, dan Pulau Tello.

Waktu Perang Bonjol meletus pada abad 19, pengikut-pengikut Tuanku Imam Bonjol sebagian besar lari ke Natal minta bantuan para pendekar Natal. Begitu juga waktu perang Batak yang dipimpin Sisingamangaraja XII, para pendekar Natal ikut serta membantu pasukan Batak yang mulai terdesak oleh Belanda. Ditempa Alam Natal adalah kota tua di pantai barat Sumatra Utara sekitar 750 km dari kota Medan. Ini adalah kota asal silat Natal. Kota ini pernah menjadi bandar paling ramai di abad 18. Alam di Natal yang cukup menantang mengasah silat Natal menjadi silat yang paling tangguh di Sumatra Utara.

Hutan belantara yang memagari Natal dihuni oleh beragam jenis binatang buas telah mengilhami lahirnya gerakan-gerakan silat Natal. Karena itu, filosofi silat Natal sangat tegas. Setiap kejadian, harus diselesaikan saat itu juga. Sasaran harus kena dengan telak. Hal ini terlihat dari gerakan silat Natal yang sistematik, terangkai dan melatih refleks. Salah satu ciri khas silat Natal adalah memanfaatkan kecepatan dan kekuatan lawan untuk ‘memakan’ tuannya sendiri. Masuk IPSI Ketua Dewan Pelatih Pengurus Daerah IPSI Sumut JW.

Manik sangat kagum menyaksikan jurus-jurus silat Natal. Selain senang melihat jurus-jurus mematikan dalam silat Natal, ternyata silat Natal juga penuh gerakan aerobik sehingga sangat tinggi kandungan olahraganya. Namun agar Silat Natal dapat dipertandingkan sebagai cabang olahraga, silat ini harus ‘dibenahi’ , diikat oleh peraturan dan dihilangkan unsur magisnya. Silat Natal yang telah diperbarui inilah yang diikutsertakan dalam Festival Silat Nusantara di Selangor yang dibuka Perdana Menteri Malaysia waktu itu, Dr Mahatir Mohammad.

Ketua Umum Perguruan Silat Natako (Natal Tangan Kosong) Yan Bardan mengatakan, babak baru dari kebangkitan silat Natal ini sudah dimulai. Yan dan kawan-kawan asal Natal membenahi organisasi dan memasukkannya di bawah naungan Pengda IPSI Sumut. Untungnya, hingga saat ini masih tersisa tiga pendekar Natal yang sudah dimakan usia.

Mereka adalah Arifinsyah, Syariful Nasution, Chandara Muda. Melalui ketiga pendekar inilah silat Natal dicoba diajarkan pada anak-anak muda agar bisa dilestarikan. Kini, Natako alias Natal Tangan Kosong siap menyongsong masa depan, yang bisa jadi cukup cerah.

Oleh : Alwan MZ
Penulis adalah wartawan olahraga senior

Sumber: http://humbahas.blogspot.com

Tari TOR-TOR

Tari to-tor adalah tarian yang gerakannya se-irama dengan iringan musik (magondangi) yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak, dan lain-lain. Menurut sejarahnya tari tor-tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimana roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut tersebut bergerak seperti menari akan tetapi gerakannya kaku. Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan. Jenis tari tor-tor pun berbeda-beda, ada yang dinamakan tortor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut. Ada juga tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung). Kemudian tor-tor Tunggal Panaluan merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tanggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah dan Benua bawah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar